Jika dilihat secara kasat mata maka kemacetan lalu lintas di kota besar seperti Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor, Tangerang menjadi pemandangan sehari-hari. Hingga kini belum ada solusi yang tepat untuk penanganannya, mulai dari nomor ganjil genap, pembangunan infrastruktur jalan, hingga kini belum menampakan hasilnya. Secara umum kemacetan lalu lintas dikarenakan jumlah kendaraan yang tidak seimbang dengan panjang ruas jalan. Pertanyaannya apakah pembatasan jumlah kendaraan diperlukan di kota-kota besar di Indonesia. Beberapa Negara seperti Singapura, Belanda, melakukan pengetatan dengan standar emisi dan usia kendaraan yang dibatasi. Benarkah hanya pembatasan syarat kendaraan seperti uji emisi dapat mengurangi kemacetan lalu lintas yang masih parah. Apakah harus dengan pembatasan jumlah kendaraan pada suatu kota, misalnya jumlah unit maksimal kendaraan baru yang bisa dibeli di suatu kota, khususnya kota-kota yang mengalami macet cukup parah.
Jika hanya syarat emisi dan usia kendaraan saja, masih akan banyak masyarakat yang membeli kendaraan baru. Namun jika jumlah kendaraan yang dibatasi, khususnya kendaraan baru yang akan beroperasi maka kemungkinan menurunnya kemacetan bisa diatasi artinya terjadi keseimbangan antara jumlah kendaraan dengan panjang ruas jalan. Pembatasan tersebut tentunya hanya untuk kota-kota besar saja, tidak berlaku untuk kota kecil. Memang tidak mudah untuk memberlakukan pembatasan jumlah kendaraan ini karena pasti ada pro kontra, serta banyak kepentingan di dalamnya. Tetapi pada intinya adalah bagaimana caranya mengendalikan jumlah kendaaran yang semakin banyak, sehingga menimbulkan kemacetan di mana-mana khususnya di kota besar. Permintaan kendaraan baru yang terus meningkat bisa disebabkan oleh beberapa factor antara lain daya beli masyarakat, transportasi umum yang belum nyaman, budaya masyarakat setempat. Namun demikian jumlahnya harus dikendalikan, supaya laju pertumbuhan kendaraan tidak melampaui laju pertumbuhan infrastruktur. YUK BELANJA SHOPEE, WOMEN CLOTHES, MEN BAGS, HEALTH