Dalam proses hukum, bukti-bukti yang cukup dan para saksi menjadi hal yang menentukan. Demikian juga pada sidang gugatan sengketa pilpres di MK, tampak sekali bahwa para saksi yang dihadirkan oleh prabowo justru bukan menguatkan tapi malah melemahkan.
Apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan
Saksi seharusnya adalah orang yang berada di tempat kejadian, yang melihat, mendengar dan merasakan apa yang terjadi. Namun justru para saksi Prabowo memberikan keterangan berdasarkan laporan orang lain, bahkan berdasarkan berita dari media. Saksi yang demikian tidak layak di dengar oleh majelis hakim konstitusi, sehingga seharusnya diabaikan saja kesaksiannya.
Saksi bunuh diri
Ada saksi yang mengakui bahwa dia mencoblos beberapa surat suara untuk pasangan No.2, ini justru malah kesaksian bunuh diri bagi yang bersangkutan. Karena apa yang dilakukan bisa dijerat dengan pasal tindak pidana, karena telah melakukan kecurangan dalam pemilu. Namun anehnya kesaksiannya justru untuk menguatkan pasangan No.1.
Saksi ahli pun kadang ngawur
Saksi ahli seharusnya menerangkan keadaan yang sebenarnya dan seadil-adilnya. Jika hanya berdasarkan kualitatif pun sebenarnya gugatan prabowo tidak layak. Karena tuduhan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masiv tidak bisa dibuktikan dilakukan oleh sekelompok orang secara bersama-sama dan terorganisasi. Dugaan yang disampaikan hanyalah mengira-ngira saja dan tanpa dasar yang kuat.
Kecurangan pada pihak siapa
Jika berlaku curang maka pasti tuduhan dilakukan oleh pihak lawan dalam hal ini pasangan No.2. Namun betul kah kecurangan hanya pada pasangan No.2 dan tidak ada kecurangan pada pasangan No.1. Ini yang menjadi pertanyaan kunci ? Meskipun sekarang sasaran kambing hitamnya pada pihak KPU bukan pada pasangan No.2. Namun sebenarnya tuduhan yang dilakukan itu pada hakikatnya pada pihak lawan, disinilah kita menilai kualitas calon presiden pilihan kita.